Powered By Blogger

Senin, 22 April 2013

Filsafat Islam


Di poshkan oleh Yunisa Afiani Pelajar Di IAIN Sunan Kudus
 
Perbedaan Epistimologi Barat Dan
 Epistimologi Timur


A. LATAR BELAKANG
          Salah satu cabang filsafat yang jumlah pembahasannya hampir mencakup isi
keseluruhan filsafat itu sendiri adalah epistemologi. Sebab, filsafat adalah refleksi, dan setiap refleksi selalu bersifat kritis, maka tidak mungkin seorang memiliki suatu metafisika, yang tidak sekaligus merupakan epistemologi dari metafisika, atau psikologi, yang tidak sekaligus epistemologi dari psikologi.
          Ini dapat dilihat dari cakupan epistemologi yang meliputi hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validitas, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban, dan skope pengetahuan. Jadi, hal ini dapat juga dikatakan bahwa epistemologi adalah teori tentang ilmu yang membahas ilmu dan bagaimana memperolehnya.
          Diskursus tentang epistemologi dikalangan para intelektual Islam maupun Barat pada abad modern ini, seiring lajunya perkembangan science di Barat, menjadi daya tarik tersendiri untuk dikaji dan dikupas tuntas. Sebab, hal ini memunculkan polemik radikal di kalangan mereka tentang, apakah ilmu itu bebas nilai (free value) atau sarat dengan nilai (by product) ?. Pangkal utama polemik tersebut adalah teori ilmu yang berkembang menunjukkan telah terjadi perceraian antara ilmu dan agama.
          Fakta yang terjadi yaitu, ilmu yang berkembang di Barat telah mengakibatkan munculnya berbagai aliran pemikiran/ideologi yang menentang agama Kristen dan Yahudi yang dominan di Barat. Sebagai dampaknya, sebagaimana yang dikatakan oleh Leopold Weis bahwa ‘Barat tidaklah menentang Tuhan secara sewenang-wenang dan terang-terangan, akan tetapi jika dilihat dalam cara berfikirnya sedikitpun tidak menunjukkan bahwa mereka butuh akan Tuhan ataupun tahu akan nilai Tuhan yang sebenarnya’.
          Cara berfikir seperti ini kemudian dikembangkan oleh banyak intelektual muslim di dunia Islam dalam mengkaji Islam dengan pisau analisa epistemologi Barat yang cendrung menafikan yang transenden. Mengapa hal itu terjadi ?, sebab bagi mereka, Barat sebagai lambang kemajuan ilmu pengetahuan (science dan teknology) di abad ini. Jadi, menurut mereka kalau ingin maju, maka tirulah Barat dengan mengadopsi segala apa yang dari Barat, termasuk dalam persoalan memahami agama. Meski demikian, ada sebagian dari kalangan intelektual Islam yang masih tetap komitmen untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip epistemologi Islam serta melakukan pengembangan dengan prinsip-prinsip tersebut.
          Berdasarkan fakta dan data yang telah kami paparkan di atas, hal itu menunjukkan bahwa epistemologi Barat memang problematik. Ini terbukti melalui prinsip-prinsip epistemologi Barat yang berdasarkan kepada worldview mereka yang jauh dari nilai-nilai Agama. Sehingga ilmu yang berkembang di Barat adalah ilmu-ilmu yang jauh dari moralitas, hanya berorientasi pada aspek fisik dan menafikan yang metafisik.
          Untuk itu, makalah ini akan mencoba untuk mengurai permasalahan yang berkaitan dengan epistemologi yang akan difokuskan pada prinsip-prinsip epistemologis yang meliputi makna ilmu, objek pengetahuan, sumber pengetahuan, validitas ilmu, serta cara-cara mendapatkan dan mengamalkan setiap ilmu itu dengan benar. Sebelum mengupas tuntas masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip epistemologi Islam dan Barat, terlebih dahulu akan dibahas mengenai epistemologi itu sendiri sebagai bagian dari cabang filsafat. Sehingga diharapkan akan mendapatkan pemahaman yang holistik. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh para ahli ilmu bahwa seseorang tidak akan memahami sesuatu hal yang spesifik, jika belum mamahami sesuatu yang bersifat umum. Oleh karenanya, dalam makalah ini akan diurai mengenai definisi, objek, tujuan, landasan, metode/metodologi, hakikat dan pengaruh epistemologi.

A. EPISTEMOLOGI
1. Definisi

          Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang berarti pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti katanya, epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuan. Di dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and grounds of knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang artinya Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal. 61).
          Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat, yang sering dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi. Ketiga sub sistem ini biasanya disebutkan secara berurutan mulai dari ontologi, epistemologi kemudian aksiologi. Dengan gambaran sederhana dapat dikatakan bahwa; ada sesuatu yang dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).
          Keterkaitan ini membuktikan betapa sulitnya untuk menyatakan salah satu yang lebih penting dari yang lain, karena ketiga sub ini memiliki fungsi masing-masing yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Namun apabila kita membahas lebih jauh mengenai epistemologi, kita akan menemukan betapa pentingnya epistemologi.
          Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854. Sebagai sub filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini, cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mengungkapkannya. Sehingga didapat pengertian yang berbeda-beda, bukan saja pada redaksinya melainkan juga pada subtansi persoalan, yang menjadi sentral dalam memahami pengertian suatu konsep.  
B. EPISTEMOLOGI BARAT
         
          Barat sekarang ini telah mencapai kemajuan yang begitu pesat, berbagai belahan dunia merasa tertarik menjadikan Barat sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Barat dianggap mempu menyajikan bebagai temuan baru secara dinamis dan varian, sehingga memberikan sumbangan yang besar terhadap sains dan teknologi modern.   
Pengaruh Barat ini makin meluas, bukan saja dari segi wilayahnya, melainkan disamping sains dan teknologi, juga sampai pada persoalan gaya hidup, gaya berpakaian dan sebagainya.
          “Kunci rahasia” yang perlu diungkap adalah bahwa kemajuan Barat itu disebabkan oleh pendekatan sains dan epistemologinya. Epistemologi yang dikuasai oleh ilmuwan Barat benar-benar dimanfaatkan untuk mewujudkan temuan-temuan baru dalam sains dan teknologi. Tradisi untuk menawarkan teori-teori ilmiah yang dibangun berdasarkan penalaran dan pengamatan tampak begitu subur dikalangan mereka sehingga menghasilkan temuan baru yang silih berganti, baik bersifat menyempurnakan temuan yang lama, temuan baru, bahkan menentang temuan lama sama sekali.
          Epistemologi yang dikembangkan ilmuwan Barat itu selanjutnya mempengaruhi pemikiran ilmuwan di seluruh dunia seiring dengan pengenalan dan sosialisasi sains dan teknologi mereka. Epistemologi itu dijadikan acuan dalam mengembangkan pemikiran para ilmuwan di masing-masing Negara, sehingga secara praktis mereka terbaratkan; pola pikirnya, pijakan berfikirnya, metode berfikirnya, caranya mempersepsi terhadap pengetahun, dan sebagainya, mengikuti gaya Barat, baik sadar maupun tidak disadari.
Oleh karena sangat dominannya epistemologi Barat ini, maka masyarakat muslim dan seluruh penduduk dunia ini dibentuk oleh pemikiran manusia Barat. Dalam waktu yang bersamaan mereka tidak lagi mau mempertimbangkan epistemologi versi lain, dalam mencari pengetahuan. Epistemologi versi lain dianggap tidak berkualitas dan belum teruji keandalannya dalam memberikan jawaban-jawaban, yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Pada bahasan berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai akar dari tradisi ilmu Barat secara historis, sehingga dapat diketahui dan dipahami asal usul dari kebudayaan dan peradaban Barat yang dibangun di atas kemajuan sains dan teknologi. Selanjutnya dari pengetahuan akan tradisi ilmu Barat tersebut, dapat pula diketahui bangunan dari epistemologi Barat serta prinsip-prinsip yang mendasarinya sebagai pangkal pengembangan sains dan teknologi.

1. Tradisi Ilmu Barat

          Memaknai Barat tidak lagi relevan jika dilihat dari perspektif geografis, yang menunjukkan suatu entitas wilayah, daerah atau kawasan yang berada di belahan bumi bagian Barat.
Sebab, Barat saat ini berada dalam sebuah struktur konseptual pandangan hidup yang membawa makna yang kompleks dan terkadang kontroversial. Saat ini barat bermakna alam pikiran dan pandangan hidup dari suatu kebudayaan dan peradaban. Jadi dari kaca mata peradaban, Barat adalah peradaban yang dibentuk dan dibangun oleh pandangan hidupnya sendiri .
Sebuah kebudayaan atau peradaban memiliki sejarahnya sendiri-sendiri untuk bangkit dan berkembang. Pada umumnya sejarah Barat membagi sejarah Barat menjadi zaman kuno, zaman pertengahan, dan zaman modern. Para sejarawan Barat berbeda pendapat mengenai asal usul kebudayaan mereka. Perbedaan itu meruncing ketika sejarawan berpegang pada ilmu sebagai akar kebudayaan. Artinya sebuah kebudayaan atau peradaban akan lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan konsep-konsep keilmuan didalamnya. Sebab faktor keilmuan inilah sebenarnya yang melahirkan aktivitas sosial, politik, ekonomi dan aktivitas kultural lainnya.
Akan tetapi secara historis Barat adalah merupakan suatu peradaban yang dikembangkan oleh bangsa-bangsa Eropa dari peradaban Yunani kuno yang dikawinkan dengan peradaban Romawi, dan disesuaikan dengan elemen-elemen kebudayaan bangsa Eropa terutamanya Jerman, Inggris dan perancis. Prinsip-prinsip rmengenai ketatanegaraan diambil dari Romawi, sementara Agama Kristen yang berasal dari Asia Barat disesuaikan dengan budaya Barat.

2. Pendekatan Keilmuan Barat

Pemaparan mengenai epistemologi Barat menujukkan konsep ilmu dalam peradaban Barat hampa dari Agama. Ilmu yang kosong dari Agama  merupakan fondasi utama dari peradaban Barat saat ini. Dengan berdasarkan uraian di atas bahwa epistemologi Barat berangkat dari praduga-praduga, atau prasangka-prasangka, atau usaha-usaha skeptis tanpa didasarkan pada wahyu. Yang mengakibatkan lahirnya sains-sains yang hampa akan nilai-nilai spiritual dan akhirnya seperti yang disimpulakan oleh al Attas epistemologi Barat tidak dapat mencapai kebenaran, apalagi hakekat kebenaran itu sendiri.
 Ziauddin Sardar menyatakan, adanya perbedaan antara yang subjektif dan objektif, antara pengamat dan dunia luar (yang diamati), antara keadaan-keadaan subjektif serta emosi dan “realitas” yang terdapat di luar pengamat, yakni realitas yang hanya dapat diketahui melalui observasi dan penalaran, maka dapat disebutkan bahwa pendekatan epistemologi Barat itu adalah skeptis, rasional-empiris, dikotomik, posotivis-objektivis, dan menentang dimensi spiritual (antimetafisika).

3. Tokoh Pemikir Barat

Paul Johnson, jurnalis dan sejarawan Kristen konservatif dalam bukunya Intellectuals telah membongkar perilaku menyimpang para pemikir besar Barat sebagai produk dari epistemologi Barat yang hampa dari agama dan moralitas. Adalah Ernest Hemingway seorang sastrawan yang memeiliki daya serap publik lebih besar dengan karyanya yang bertumpuk-tumpuk, mulai dari Three Stories & Ten Poems karya pertamanya yang banyak penerbit menolaknya sampai akhirnya Old Man and The Sea karyanya yang fenomenal dan karya terakhirnya True At First Light yang lahir di tahun yang
sama dengan kematiannya, 1999.
Jutaan orang telah menjadikannya idola, penganut dan pengikutnya. Namun di balik ketenarannya tersebut tersimpan suatu perilaku kedustaan/kebohongan, sikap ateis dalam diri Hamingway. Paul Johnson mendeskripsikan kemampuan Ernest Hemingway dalam berbohong dengan kalimat yang indah. “He thought, and sometimes boasted, that lying was part of his training as a writer. He lied both conciously and without thinking”. Sedangkan menurut kesaksian dari istrinya Hadley sebagaimana yang dikutip Johnson bahwa seumur hidupnya sang sastrawan hanya dua kali ia temui berlutut di depan altar. Pertama, saat mereka menikah. Dan yang kedua, sekaligus yang terakhir, saat anak mereka dibaptis di dalam gereja.
Jean Jacques Rousseau yang diberi julukan sebagai An Interesting Madman dalam kurun waktu 200 tahun terakhir, menjadi nama besar yang mempengaruhi semua teori pemikiran sekuler dan intelektual modern. Bahkan tidak lepas dari kehidupan berbangsa dan bernegara, sebab teori-teori kenegaraan modern, banyak yang lahir dari pemikirannya. Seperti teori perwakilan politik yang saat ini hampir menjadi model negara di seluruh dunia, bisa dilacak dalam jejak pemikirannya dalam bukunya, Du Contrack Sociale.
Tapi siapa sangka, Rousseau adalah laki-laki gila dalam definisi yang sebenarnya menurut Paul Johnson. Ia laki-laki yang begitu mencintai dirinya, lebih dari apapun. Dalam bahasanya senidiri Rousseau menyebut dirinya amour de soi, natural selfishness. Saking cintanya pada diri sendiri, ia bahkan tak peduli dan membuang semua anak-anaknya ke foundling home, sebutan untuk sebuah rumah penampungan anak-anak yang tidak diketahui orang tuanya. Ini sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai luhur, juga tentang anak-anak, yang ia tulis dalam sebuah buku yang telah menjadi teks klasik, Emile.
Jadi, apa sebenarnya arti intelektual bagi dunia modern, jika para pencetus dan peletak pondasi intelektual, menjadi orang-orang pertama yang mengingkari pemikirannya sendiri ? Bukankah hasil dari pemikiran dan out put dari intelektual adalah proses perbaikan perilaku dan moral ? Apakah mungkin dipisahkan antara konsepsi ideal sebuah pemikiran dengan tata cara hidup para pemikirannya ? Jika demikian, benarlah pepatah tua yang mengatakan hidup ini hanya panggung opera besar yang tak pernah habis ceritanya. Tal layaknya seperti panggung, para pemain kerap kali memiliki peran ganda, bahkan mungkin lebih, dalam hidupnya. Dan masing-masing saling membantah peran lainnya.

C. EPISTEMOLOGI ISLAM

Pembahasan epistemologi Islam sangat penting untuk dibahas, sebab problem mendasar dalam pemikiran Islam terletak pada epistemologinya. Gagasan epistemologi Islam itu brtujuan untuk memberikan ruang gerak bagi umat muslim pada khususnya, agar bisa keluar dari belenggu pemahaman dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berdasarkan epistemologi Barat. Dikalangan pemikir muslim menawarkan “segala sesuatu” berdasarkan epistemologi Islam. Di dalam Islam epistemologi berkaitan erat dengan metafisika dasar Islam yang terformulasikan sejalan dengan wahyu, hadist, akal, dan intuisi.
Kalaulah disepakati, bahwa peradaban Islam dalam sejarahnya bangun dan tegak brbasiskan ilmu pengetahuan, maka membangun kembali peradaban Islam yang sedang nyaris lumpuh adalah dengan menegakkan kembali bangunan ilmu pengetahuan tersebut. Ilmu dalam Islam adalah persyaratan untuk menguasai dunia dan akhirat. Menegakkan bangunan ilmu maksudnya tidak lain adalah untuk mengarahkan kembali pemikiran atau pola pikir manusianya agar sejalan dengan prinsip-prisip ilmu pengetahuan dalam Islam.
Salah satu ciri utama ilmu pengetahuan Islam adalah wahyu Tuhan ditempatkan di atas rasio. Wahyu memperoleh kedudukan yang paling tinggi dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, sehingga wahyu dijadikan sebagai sumbet kebenaran mutlak suatu kebenaran. Jadi rusaknya keberagamaan umat Islam lebih karena rusaknya pemikiran dan hancurnya peradaban Islam karena hancurnya bangunan ilmu pengetahuan.

1. Tradisi Ilmu Islam

Pada 1400 tahun atau 14 abad yang lampau, telah lahir seorang Maha Guru, guru dari sekalian manusia, yang membawa manusia dari lembah kegelapan, kenistaan menuju suatu puncak kegemilangan yang penuh dengan cahaya keridhaan. Adalah Muhammad bin Abdillah dilahirkan di kawasan padang pasir, tandus dan gersang, jauh dari peradaban kala itu: Persia dan Romawi. Pada usia 40 tahun Muhammad diangkat menjadi Nabi sekaligus Rasul. Tugas baru yang diembankan kepadanya dari Tuhannya itu bukanlah tugas yang ringan, namun sebuah tugas yang amat sangat berat. Tugas itu adalah menyampaikan risalah tauhid kepada seluruh ummat manusia di penjuru dunia.
Dalam waktu ± 23 tahun, setelah mengalami berbagai macam rintangan dan cobaan sepanjang dakwah risalah, Nabi Muhammad telah mampu membangun suatu tatanan kehidupan di mana siapa saja yang berteduh di bawahnya akan merasakan kesejukannya. Hal itu ditandai dengan lahirnya sebuah kota yaitu Madinah Al Munawwarah, kota yang tercerahkan. Kemudian Kota tersebut bermetamorfosis, menjelma menjadi suatu negara (state) atau peradaban (civilization).
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting antara lain 1) kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi, 2) kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan 3) kesanggupan berjuang untuk hidup. Ketiga elemen tersebut telah mewujud di Madinah kala itu. Berdasarkan teori Ibnul Khaldun tersebut Madinah sudah bisa dikatan sebagai sebuah peradaban. Dari Madinah-lah kebangkitan Peradaban Islam berawal dan berkembang.
Peradaban Islam di mulai dengan tradisi ilmu atau tafaqquh fid din secara terus menerus. Mulai dari turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. proses interaksi dan ideasi antar individu dan masyarakat senantiasa didasarkan pada wahyu. Ini bukti bahwa ilmu tidak hanya dalam pikiran semata akan tetapi mewujud dalam sebuah aktifitas, baik berupa amal infiradi maupun amal jama’i. Dari sinilah lahir komunitas ilmiah yang mana oleh sebagian ahli sejarah disebut Ahlus Suffah.
Di lembaga pendidikan pertama inilah kandungan wahyu dan hadist-hadist Nabi dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif. Meski materinya masih sederhana tapi karena obyek kajiannya tetap berpusat pada wahyu, yang betul-betul luas dan kompleks. Materi kajiannya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western civilization).
Hasil dari kegiatan ini memunculkan alumni-alumni yang menjadi pakar dalam hadist Nabi, seperti Abu Hurairah, Abu Dhar Al Ghifari, Salman Al Farisy, Abdullah ibn Mas’ud dan lain-lain. Ribuan hadist telah berhasil direkam oleh anggota sekolah ini. Kegiatan pengkajian wahyu dan hadist kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya dalam bentuk lain.
Tidak lebih dari dua abad lamanya, telah muncul ilmuan-ilmuan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti Qadi Surayh (w.80 H/699 M), Muhammad ibn al Hanafiyah (w.81 H/700 M), Umar ibn Abdul Aziz (w.102 H/720 M), Wahb ibn Munabih (w. 110,114 H/719,723 M), Hasan al Basri (w.110 H/728 M), Ja’far al Shadiq (w. 148/765), Abu Hanifah (w.150/767), Malik ibn Anas (179/796), Abu Yusuf (w.182/799), al Syafi’i (w.204/819), dan lain-lain.
ke-17.
2. Pendekatan Keilmuan Islam

Konstruk epistemologi Islam dibangun di atas landasan wahyu, sehingga bersifat tawhidy. Konsep ketuhanan menjadi sentral utama dari pembahasan epistemologi Islam. Dengan kata lain, dalam Islam, epistemologi berkaitan erat dengan struktur metafisika dasar Islam yang telah terformulasikan sejalan dengan wahyu, hadith, akal, pengalaman dan intuisi. Ini berarti bahwa ilmu dalam Islam merupakan produk dari pemahaman (tafaqquh) terhadap wahyu yang memiliki konsep-konsep yang universal, permanen (thawabit) dan dinamis (mutaghayyirat), pasti (muhkamat) dan samar-samar (mutashabih), yang asasi (usul) dan yang tidak (furu’).
3. Tokoh Pemikir Islam
Dalam Islam, seorang yang memiliki pengetahuan yang luas dan dalam, serta kesalehan pribadi yang tinggi mendapatkan predikat kehormatan yang berkualitas super atau bisa dikatakan super excellent di sisi manusia dan di sisi Tuhannya yang Maha Menciptkan. Pribadi tersebut diistilahkan dengan ‘Ulama’. Seorang tidaklah dikatakan orang yang pandai jikalau ia belum mengamalkan ilmunya. Artinya tidak tercermin dalam setiap kepribadiannya sebagai seorang yang ahli ilmu.
Adalah Malik bin Anas (180 H/796 M), seorang ulama ahli hadist periode awal yang menetap di Madinah. Sufyan bin Uyaynah menyebut Imam Malik sayyid al muslimun, sayyid ahl madinah. Ia juga mengibaratkan Imam Malik sebagai lampu penerang, hujjah di masanya. Ketika Malik wafat ia berkata, “Tidak ada orang seperti dia, tidak tertinggal di bumi ini orang seperti dia”. Imam Syafi’i mengatakan, “Apabila kamu menerima athar dari Malik maka pegangilah kuat. “Ini menunjukkan kualitas pribadi dan intelektual Imam Malik”.
Kualitas intelektual dan pribadi Malik menjadikannya Imam yang diikuti oleh umatnya, maka dikemudian hari dikenallah dalam dunia Islam sebuah madzhab yang disandarkan kepada Imam ahl al madinah. Madzhab Maliky didasarkan pada al Qur’an, Hadist, Ijma’, Qiyas dan tradisi masyarakat Madinah, terutama tradisi para imamnya. Ia terkadang menolak suatu hadith yang bertentangan dengan tradisi Madinah. Selain itu, Maliky menggunakan dasar mursalah-mursalah, misal hukum memukul tertuduh pencurian agar ia mengaku.
Malik bin Anas adalah salah seorang dari sekian banyak Ulama yang dilahirkan dari produk tradisi ilmu Islam yang berlandaskan kepada pandangan hidup Islam yang berakar pada kajian metafisika. Para Ulama sekaliber Malik bin Anas baik sebelum dan sesudahnya merupakan bukti nyata akan kekuatan tradisi Islam semenjak kemunculannya sebagai sebuah agama dan peradaban dalam sepanjang sejarahnya samapai detik hari ini. Epistemologi Islam sebagai sebuah bangunan keilmuan yang menjadi pijakan utama dalam melakukan pengembangan keilmuan telah terbukti kecanggihannya yang tidak perlu lagi diragukan, apalagi didekonstruksi dengan digantikannya dengan epestemologi lain.

D.
PERBEDAAN EPISTIMOLOGI BARAT DAN ISLAM
Epistemologi yang juga disebut dengan Teori Ilmu menempati ruang yang sangat urgen di dalam pengembangan kemajuan sebuah kebudayaan bangsa atau peradaban. Setiap peradaban dibangun oleh epistemologinya masing-masing dengan berdasarkan kepada pandangan hidup (worldview) dari peradaban tersebut. Sebab, epistemologi berkaitan erat dengan worldview. Jadi, setiap peradaban memiliki epistemologi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, tak terkecuali antara epistemologi Islam dan Barat. Yang tentunya juga secara spesifik memiliki prinsip-prinsip yang berbeda pula.
Adapun prinsip-prinsip dari keduanya dapat dibedakan dari beberapa aspek yang mana dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Epistemologi Islam
Epistemologi Barat
Didasarkan kepada kejian metafisika
Didasarkan kepada praduga-praduga
Sumber kepada wahyu, akal sehat, panca indra dan intuisi
Sumber hanya kepada akal (rasio) dan data/fakta empiris
Pendekatannya bersifat tawhidy
Pendekatannya bersifat dikothomi
Objeknya fisik dan sekaligus metafisik
Objeknya fisik, observable & penalaran
Ilmu syarat dengan nilai (value full)
Ilmu bebas nilai (free value)
Validitas kebenaran konteks (data & fakta) diselaraskan dengan teks (wahyu)
Validitas kebenarannya hanya bertumpu kepada rasio-empiris
Berorientasi dunia dan akherat
Berorientasi kepada dunia semata
Dari sini dapatlah dipahami akan perbedaan dari keduanya yang sangat jelas sebagai konsekuensi dari perbedaan worldview masing-masing sebagai elemen yang paling mendasar dari keduanya yaitu Islam dan Barat. Selain itu, uraian singkat dalam makalah ini juga dapat diperoleh suatu pemahaman bahwa substansi epistemologi tidak sebagaimana yang dinyatakan oleh para ilmuan kontemporer yang bertumpu pada metode ilmiah, akan tetapi lebih dalam lagi yaitu epistemological belief yang terakumulasi dalam pikiran setiap orang yang kemudian menentukan corak dari epistemologinya masing-masing. Wallahu A’lam bish shawab.









                                       DAFTAR PUSTAKA
Armas, Adnin, Islamisasi Ilmu Konsep dan Epistemologi, Malang: Islamic thought and Civilization (ICON) forum, 2008.
Arifin, M, filsafat pendidikan islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Armas, Adnin, Diktat Matakuliah : Dewesternisasi Dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Disampaikan pada kuliah Universitas Muhammadiyah Surakarta Tahun 2007.
Zarkasyi,Hamid Fahmi, Membangun Peradaban Islam Kembali, Makalah disampaikan dalam workshop pemikiran ideologis Forum Ukhuwah Islamiyah daerah Istimewa Yogyakarta 15 April 2007.
__________________, dkk, Tantangan Sekularisasi Dan Liberalisasi Di Dunia Islam, Jakarta: Khairul Bayan, 2004.
__________________, Leberalisasi Pemikiran Islam (Gerakan Bersama Misionaris, Orientalis, dan kolonialis), Ponorogo: Center For Islamic and Occidental Studies, 2007.
Qomar, Mujamil, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik, Jakarta: ERLANGGA, 2005.
Sholihin,M, Epistemologi Ilmu Dalam Sudut Pandang Al-Ghazali, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Husaini, Adian, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta: GEMA INSANI,2005.
Husaini, Adian, Hegemoni Kristen Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi, Jakarta: Gema Insani, 2006.
Handono, Irena, Menyingkap Fitnah Dan Teror, Bekasi: GERBANG PUBLISHING, 2008.
Husaini, Adian, Virus Liberalisme Di Perguruan Tinggi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2009.
Pranaka, A.M.W, Epistemologi Dasar Suatu Pengantar, Jakarta: CSIS, 1987.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008.
Muhammad Al-Naquib Al-Attas, syed, Dilema Kaum Muslimin, Surabaya: PT. Bina Ilmu,1986.
Suriasumantri, Suria.S, Mencari Alternatif Pengetahuan Baru, Bandung: Mizan, 1991.
Suriasumantri, Jujun.S, Filsafat Ilmu Sebagai Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1990.
Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Tim Dosen, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003.
Jurnal Islamia Vol. III No.2, Melacak Akar Peradaban Barat, Jakarta Selatan: Khairul Bayan, 2007.
Jurnal Islamia Thn I No 6, Membangun Peradaban Islam Dari Dewesternisasi Kepada Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jakarta Selatan: Khairul Bayan, 2005.
Jurnal Islamia Thn II No 5, Epistemologi Islam & Problem Pemikiran Muslim
Kontemporer , Jakarta Selatan: Khairul Bayan,2005.
Jurnal Islamia vol.III.No.3, Wajah Universitas Islam, Jakarta Selatan: Khairul Bayan, 2008.
Husaeni, Adian, Dari Tradisi Ilmu Ke Peradaban Islam, Catatan untuk 5 Tahun INSIST sebagai dimuat dalam Catatan Akhir Pekan Di www. Hidayatullah.com

Kamis, 28 Oktober 2010

KEUTAMAAN HARI JUM'AT

Segala puji bagi Allah Rab semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah y, beserta para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap istiqomah menegakkan risalah yang dibawanya hingga akhir zaman..

Wahai kaum muslimin ....Allah l telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada umat ini. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum'at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani dipalingkan darinya.
Abu Hurairah zmeriwayatkan, Rasulullah bersabda:

"Allah telah memalingkan orang-orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jum'at sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jum'at sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jum'at, Sabtu dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk". (HR. Muslim)

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: "Hari ini dinamakan Jum'at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam'u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah l memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah l berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (QS. 62:9)

Maksudnya, pergilah untuk melaksanakan shalat Jum'at dengan penuh ketenangan, konsentrasi dan sepenuh hasrat, bukan berjalan dengan cepat-cepat, karena berjalan dengan cepat untuk shalat itu dilarang. Al-Hasan Al-Bashri berkata: Demi Allah, sungguh maksudnya bukanlah berjalan kaki dengan cepat, karena hal itu jelas terlarang. Tapi yang diperintahkan adalah berjalan dengan penuh kekhusyukan dan sepenuh hasrat dalam hati. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 4/385-386).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: Hari Jum'at adalah hari ibadah. Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu mustajab pada hari Jum'at seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di bulan Ramadhan. (Zadul Ma'ad: 1/398).

KEUTAMAAN HARI JUM'AT

1. Hari Terbaik

Abu Hurairah z meriwayatkan bahwa Rasulullah y bersabada: "Hari terbaik dimana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum'at

2. Terdapat Waktu Mustajab untuk Berdo'a.

Abu Hurairah z berkata Rasulullah y bersabda: " Sesungguhnya pada hari Jum'at terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah y mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu (H. Muttafaqun Alaih)

Ibnu Qayyim Al Jauziah - setelah menjabarkan perbedaan pendapat tentang kapan waktu itu - mengatakan: "Diantara sekian banyak pendapat ada dua yang paling kuat, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadits yang sahih, pertama saat duduknya khatib sampai selesainya shalat. Kedua, sesudah Ashar, dan ini adalah pendapat yang terkuat dari dua pendapat tadi (Zadul Ma'ad Jilid I/389-390).

3. Sedekah pada hari itu lebih utama dibanding sedekah pada hari-hari lainnya.

Ibnu Qayyim berkata: "Sedekah pada hari itu dibandingkan dengan sedekah pada enam hari lainnya laksana sedekah pada bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya". Hadits dari Ka'ab z menjelaskan: "Dan sedekah pada hari itu lebih mulia dibanding hari-hari selainnya".(Mauquf Shahih)

4. Hari tatkala Allah l menampakkan diri kepada hamba-Nya yang beriman di Surga.

Sahabat Anas bin Malik z dalam mengomentari ayat: "Dan Kami memiliki pertambahannya" (QS.50:35) mengatakan: "Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jum'at".

5. Hari besar yang berulang setiap pekan.

Ibnu Abbas z berkata : Rasulullah y bersabda:
"Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi ummat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri shalat Jum'at hendaklah mandi terlebih dahulu ......". (HR. Ibnu Majah)

6. Hari dihapuskannya dosa-dosa

Salman Al Farisi z berkata : Rasulullah y bersabda: "Siapa yang mandi pada hari Jum'at, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi diantara dua orang untuk dilewatinya, kemudian shalat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum'at". (HR. Bukhari).

7. Orang yang berjalan untuk shalat Jum'at akan mendapat pahala untuk tiap langkahnya, setara dengan pahala ibadah satu tahun shalat dan puasa.

Aus bin Aus z berkata: Rasulullah y bersabda: "Siapa yang mandi pada hari Jum'at, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah". (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah).

8. Wafat pada malam hari Jum'at atau siangnya adalah tanda husnul khatimah, yaitu dibebaskan dari fitnah (azab) kubur.

Diriwayatkan oleh Ibnu Amru , bahwa Rasulullah y bersabda:"Setiap muslim yang mati pada siang hari Jum'at atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah kubur". (HR. Ahmad dan Tirmizi, dinilai shahih oleh Al-Bani).

Sumber ; http://www.dudung.net/artikel-islami/keutamaan-hari-jumat.html

Biografi Syech Abdul Qodir Al Jaelani



Syeikh Abdul Qodir Jaelani (bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani) lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliydan.

(Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali.

Masa muda

Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau, sehingga sekolah itu tidak muat menampungnya.

Murid-murid

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama’ terkenal. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Perkataan ulama tentang beliau : Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir, beliau menjawab, ” kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin NubalaXX/442). Beliau adalah seorang ‘alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Diantaranya dapat diketahui dari perkataan Imam Ibnu Rajab, ”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syeikh, baik ‘ulama dan para ahli zuhud. Beliau banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir Al Lakh-mi Asy Syath-Nufi. Lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya ). Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh ( dari agama dan akal ), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas. (Seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya.) semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far Al Adfwi (Nama lengkapnya ialah Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al Adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i. Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452.) telah menyebutkan, bahwa Asy Syath-nufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.). Imam Ibnu Rajab juga berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Beliau membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, ” Dia (Allah ) di arah atas, berada diatas ‘arsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu.” Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist, lalu berkata ” Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ ( Allah berada diatas ‘arsyNya ) tanpa takwil ( menyimpangkan kepada makna lain ). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah diatas arsy.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 515). Ali bin Idris pernah bertanya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, ” Wahai tuanku, apakah Allah memiliki wali (kekasih ) yang tidak berada di atas aqidah ( Imam ) Ahmad bin Hambal?” Maka beliau menjawab, ” Tidak pernah ada dan tidak akan ada.”( At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 516).

Perkataan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani tersebut juga dinukilkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Istiqamah I/86. Semua itu menunjukkan kelurusan aqidahnya dan penghormatan beliau terhadap manhaj Salaf.

Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.

Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah,Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.

Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah. “Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya disamping (menyembah ) Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )”

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.

Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah. Awal Kemasyhuran Al-Jaba’I berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga berkata kepadanya, “tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dan memakai lilin dan obor dan memenuhi tempat tersebut. Kemudian aku dibawa keluar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat disekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu anhum.

Kemudian Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasululloh SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, ’anakku, mengapa engkau tidak berbicara ?’. ’Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?’. Beliau berkata, ’buka mulutmu’, lalu beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu aku shalat dzuhur dan duduk dan mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, ’buka mulutmu’. Beliau lalau meniup 6 kali kedalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasululloh SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLloh SAW. Kemudian akku berkata, ’Pikiran, sang penyelam, mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat’”. Beliau kemudian menyitir :

Idan untuk wanita seperti Laila seorang pria dapat membunuh dirinya, dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis

Dalam beberapa manuskrip saya mendapatkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang’. Akupun masuk Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka’. ‘sesungguhnya’ kata suara tersebut ,’mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu’.

‘Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku / keyakinanku’ tanyaku.

‘Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu’ jawab suara itu.

Akupun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Diantaranya adalah tidak ada seorangpun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah. Suatu ketika saat aku berceramah , aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. ‘Apa ini dan ada apa?’tanyaku. ‘Rasululloh SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat’ jawab sebuah suara. Sinar tersebut makin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu aku melihat RasuLulloh SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, ’wahai Abdul Qadir’. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasuluLloh SAW , aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. ’mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLloh SAW?’ tanyaku kepadanya. ‘sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW‘ jawab beliau.

RasuluLlah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. ‘apa ini ?’ tanyaku. ‘ini’ jawab Rasulullah, ’adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian’. Setelah itu , akupun tercerahkan dan mulai berceramah.

Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku ’Engkau tidak akan sabar kepadaku’, maka aku akan berkata kepadamu ‘Engkau tidak akan sabar kepadaku’. Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, maka inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini Ar-Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.” Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir as lewat, maka akupun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli berkata,” seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya yaitu :

Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup aib) dan Ghaffar (Maha pemaaf).

Dua karakter dari RasuluLlah SAW yaitu penyayang dan lembut

Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.

Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar

Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.

Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.

Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan :

Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan. Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah

Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh Al-Junaid mengajarkan standar Al-Qur’an dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang Syaikh. Apabila ia tidak hapal Al-Qur’an, tidak menulis dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas untuk diikuti.

Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang Syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan Riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemah lembutan dalam mendidik anakknya. Oleh karena itu dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang muuriid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits RasuluLlah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.

Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. Bertanya kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi Nya. RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)’. Kemudian Ali ra. Kembali berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir’. RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah” “Allah”. ‘Bagaimana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda, ’dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”.

Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil maut”.

Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi : Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).

http://dawaiqolbu.wordpress.com/2009/11/02/biografi-syekh-abdul-qadir-jaelani/